|
|
|||||
Setiap metode-metode yang dipelajari mempunyai pendekatan sendiri-sendiri dalam, mengukur kerapatan tegakan. Curtis (1970) menunjukkan hubungan matematis diantara kebanyakan metode dan menemukan perbedaan terutama dalam bentuk modelnya. Tetapi ukuran kerapatan yang membandingkan diameter, tinggi atau umur dan tempat tumbuh dengan suatu standart akan memberikan nilai numerik berbeda yang bisa tidak merupakan gambaran kerapatan tegakan relatif yang sama. Karena metode yang berbeda akan menghasilkan estimasi kerapatan berbeda, masalah silvikultur, pengelolaan dan komunikasi timbul. Disamping teliti dan konsisten, suatu metode hendaknya mudah dimengerti, divisualisasikan, dan mampu dalam menafsir kerapatan tegakan yang dikontribusi oleh berbagai penulis dan mudah diterapkan di lapangan.
Indeks kerapatan tegakan Reineke adalah metode yangmemberikan estimasi teliti kerapatan tegakan untuk tegakan seumur dengan tidak mengindahkan jenis, kualitas tempat tumbuh atau umur. Pemanfaatan tempat tumbuh, terdapat kecenderungan umum untuk menggambarkan setiap tipe hutan tidak mempunyai sifat yang sama dengan tipe hutan yang lain. Konsep Reineke mengenai dimameter tegakan rata-rata yang lebih sebagai kunci untuk kerapatan daripada tempat tumbuh dan umur, memberikan landasan untuk mempersatukan banyak studi kerapatan dan pengaruhnya terhadap perkembangan dan pertumbuhan tegakan.
Pustaka :
Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Silvikultur, Dr. Ir. Kadar Soetrisno, M. Agr. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda. 1996.
Silvika, Ir. Oemi Hani’in Soeseno, Ir. Ibrahim Edris. Badan Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Yogyaklarat, 1974.
Artikel Terkait : |
