Hutan payau atau hutan mangrove merupakan tipe hutan yang terdapat disepanjang pantai atau muara sungai, yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang, dan bebas dari genangan pada waktu surut. Sistem Silvikultur yang dipakai dalam pengusahaan hutan payau ialah sistem pohon induk (Seed Tree Method). Penebangan dilakukan dengan meninggalkan sejumlah pohon induk sebagai usaha peremajaan hutan secara alami, khususnya jenis pohon dalam famili Rhizophoraceae antara lain Rhizophora spp, Bruguiera spp dan Ceriops spp. Sistem ini mengatur cara penebangan dan pemeliharaan hutan payau serta penanaman tambahan dan perlindungan hutan.
Rangkaian kegiatan sistem ini, adalah :
Inventarisasi dan penataan hutan
Penetapan letak sarana dan prasarana
Penunjukan pohon induk dan penyusunan rencana kerja
Penebangan dilaksanakan berdasarkan siklus tebang 30 tahun dengan limit diameter 10 cm keatas pada ketinggian 20 cm di atas pangkal akar tunjang, atau banir yang teratas. Sejumlah 40 batang pohon induk yang berdiamater 20 cm di atas pangkal banir, berbatang lurus dengan tajuk lebat dan sehat harus ditinggalkan pada setiap hektarnya, atau dengan jarak antar pohon ± 17 m.
Setelah penebangan , areal bekas tebangan yang terdapat pohon induk harus ditutup terhadap penebangan.
15-20 tahun setelah penebangan dilakukan penjarangan satu kali dengan meninggalkan 1100 pohon tiap hektarnya, dengan jarak rata-rata antar pohon 3 meter. Setelah itu areal ditutup terhadap penebangan sampai tahun ke- 30.
Pada areal hutan payau bekas tebangan yang tidak teratur dapat dilakukan penebangan tanpa meninggalkan pohon induk, jika hutannya telah mempunyai permudaan tingkat semai dengan jarak satu sama lainnya dua meter atau kurang. Setelah itu areal tertutup terhadap penebangan sampai berumur 30 tahun, kecuali untu penjarangan sekali pada umur 20-30 tahun.